Sabtu, 02 Mei 2009

Yogyakarta- “Semangat pemahaman agama dalam tarjih adalah tajdid yang sesuai dengan identitas gerakan Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah amar makruf

Yogyakarta- “Semangat pemahaman agama dalam tarjih adalah tajdid yang sesuai dengan identitas gerakan Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah amar makruf nahi mungkar. Tajdid memiliki dua arti, yaitu dalam bidang akidah, dan ibadah bermakna pemurnian, dan dalam bidang muamalat duniawiah, tajdid berarti mendinamisasikan kehidupan masyarakat dengan semangat kreatif sesuai tuntutan zaman,” ungkap Prof. Dr. H. Syamsul Anwar, M.A. saat menyampaikan materi manhaj tarjih pada pelatihan ketarjihan dan hisab rukyat, Jum’at-Selasa (1-5/2008) di ruang laboratorium Information Technology Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (IT UMY).

Dia menambahkan, pada dasarnya metodologi adalah alat untuk memperoleh kebenaran. Dalam rangka mencari kebenaran itulah diperlukan pendekatan (logic of explanation dan logic of discovery), sejalan dengan epistimologi tersebut, Muhammadiyah menggunakan tiga pendekatan, yaitu pendekatan bayan, pendekatan irfan, dan pendekatan burhan, jelas pria yang juga menjabat sebagai ketua Majelis Tarjih, dan Tajdid Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah.

Dalam pelatihan yang diikuti 60 peserta dari perwakilan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM), dan Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) se- Indonesia, Syamsul mengatakan pendekatan bayan adalah pendekatan untuk memahami atau menganalisis teks guna menemukan atau mendapatkan makna yang dikandung dalam, atau dikehendaki lafzh. Untuk itu, pendekatan bayan mempergunakan alat bantu (instrumen) berupa ilmu-ilmu kebahasaan dan uslub-uslubnya serta asbab al-nuz­l, dan istinbath atau istidlal sebagai metodenya, karena dominasi teks sedemikian kuat, peran akal hanya sebatas sebagai alat pembenaran atau justifikasi atas teks yang dipahami atau diinterpretasi, kata Syamsul.

Pada pendekatan burhan, menggunakan pengetahuan yang diperoleh dari indera, percobaan, dan hukum-hukum logika. Dalam pendekatan ini teks dan realitas (konteks) berada dalam satu wilayah yang saling mempengaruhi. Teks tidak berdiri sendiri, ia selalu terikat dengan konteks yang mengelilingi dan mengadakannya sekaligus darimana teks itu dibaca dan ditafsirkan, tegas Syamsul. Pendekatan irfan bersifat subyektif, implikasi dari pendekatan irfan dalam konteks pemikiran keislaman, adalah menghampiri agama-agama pada tataran substantif dan esensi spiritualitasnya, dan mengembangkannya dengan penuh kesadaran akan adanya pengalaman keagamaan orang lain (the otherness) yang berbeda aksidensi dan ekspresinya, namun memiliki substansi dan esensi yang kurang lebih sama, tambah Syamsul.

Di tempat lain, Dr. Imamuddin Yuliadi, S.E., M.Si. selaku ketua panitia pelatihan yang bekerjasama antara Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam (LPPI), dan Pusat Studi Falak UMY dengan Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah berharap dengan pelatihan ini dapat terbentuk wawasan, dan persepsi yang sama mengenai manhaj tarjih, dan metode penentuan awal bulan kamariah, serta muncul kader-kader di bidang ketarjihan, dan hisab rukyat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar